“Record of My Youth (Twenty-Twenty)”

Sinar matahari mulai menerangi kamarku. Tanganku mulai meraba-raba ponsel yang sedari tadi suaranya menghebohkan kamar. Minggu, 9 Agustus 2015, pukul 07.30 aku mulai beranjak dari ranjang, dan mataku melihat ke sekeliling kamar. Pandanganku terhenti pada sebuah celengan berbentuk persegi panjang berwarna merah jambu yang letaknya berada di atas meja belajar. Rasanya sudah lama sekali aku tidak mengisi celengan kecil pemberian Ayahku itu. Lamunanku buyar saat terdengar langkah kaki seseorang mendekat ke kamarku.

“Jisu, kamu sudah bangun?” suara yang tidak asing dan tidak lain itu adalah suara Ibuku.
“Hmm.. Sudah, Bu”
“Baiklah, segera mandi dan sarapan ya”.

Setelah sarapan, aku bersiap dan bergegas membawa sebuah koper ke depan rumah. Ibuku sudah menungguku. Kami beranjak menuju halte bus terdekat. Kami akan naik bus dari Busan ke Seoul, tepatnya di daerah Itaewon.

Tak terasa sudah 30 menit kami menunggu. Bus yang kami tunggupun datang. Perjalanan dari Busan ke Seoul ditempuh sekitar satu jam. Selama perjalanan, yang kulakukan hanya mendengarkan musik dari ponselku, sedangkan Ibuku taklepas menggenggam tanganku.

Baca juga:

“Pemalas Berujung Kesadaran Diri”

Sesampainya di Itaewon, kami menuju ke rumah Paman dan Bibi. Aku melihat raut kesedihan di wajah Ibuku. Aku bisa paham perasaan itu karena aku tumbuh dan besar bersama Ibuku. Dan mulai hari ini kami harus tinggal terpisah karena aku ingin mewujudkan mimpiku melanjutkan pendidikan di sekolah kejuruan terbaik di Itaewon. Besok adalah hari pertamaku belajar di sekolah baru.

Pukul 06.35 aku sudah siap dengan tas ransel dan jam tangan berwarna merah. Karena jarak rumah paman dan bibi tidak jauh dari sekolah, aku memilih untuk berjalan kaki ke sekolah. Saat lagu Glass Bead dari Gfriend mengalun dari earphone yang kupasang di telingaku, kudengar seseorang menyapa.

“Heiii .” panggil seseorang.
Aku yang tidak merasa mengenal suara itu meneruskan perjalananku yang sedikit lagi akan sampai di pintu gerbang sekolah.
“Kamu, tas merah..” aku berhenti dan menoleh.
“Tali sepatumu, tuh..” katanya sambil menunjuk ke arah kakiku.
Aaa, okay, terima kasih”.
“Oiya. kamu anak baru, ya? Sebelumnya aku ga pernah lihat kamu di sekolah ini?” tanyanya.
“Iya, aku Choi Jisu panggil saja Jisu. Namamu?”
“Shin Yuna. Panggil saja Yuna, aku dari kelas 1-3. Kalau kamu?”
“Emm, 1-2. Tapi aku belum tahu dimana ruang kelasnya”
“Oh 1-2, mau kuantar? Ruang kelas 1-2 ada di sebelah kelasku, kok
“Wah.. Tentu saja.. Terima kasih”

Dari sanalah aku dan Yuna berteman. Hari itu terasa baik dan kurasa akan semakin baik. Dan sejak saat itu, aku dan Yuna jadi sering makan siang bersama di kantin sekolah.

“Jisu, gimana kalau setelah pulang sekolah kita makan di kedai orang tuaku?” pertanyaan itu dilontarkan oleh gadis berambut panjang yang sekarang sedang duduk di kursi kantin di depanku, gadis itu Yuna. Pertanyaan dari Yuna tadi kujawab dengan anggukan.

Sesuai kesepakatanku dengan Yuna, sepulang sekolah kami berjalan kaki menuju kedai orang tua Yuna yang letaknya hanya enam ratus meter dari sekolah kami.

“Kedai orang tuamu sudah lama berdiri?” tanyaku pada Yuna sambil mengirim pesan kepada Paman dan Bibi untuk memberitahu mereka bahwa aku akan pulang terlambat.
“Baru beberapa tahun ini, tapi sebelumnya bukan di tempat yang sekarang, sih..” Yuna terlihat bingung membuka cerita.

Tidak lama setelah Yuna menjawab pertanyaanku itu, dari sisi kanan di sebrang jalan terlihat sebuah kedai makan dengan seorang pelayan ramah yang menawarkan menu makan kepada pengunjung.

“Wah, ramai sekali kedai orang tuamu, ya..” ujarku kagum.
“Ayo masuk, akan kuperkenalkan kepada orang tuaku”.

Baca juga:

Grand Final Lomba Cerpen Wijaya Putra, Frizcha Azzatika Dewi Raih Juara 3

Suasana di kedai orang tua Yuna sangat penuh pengunjung. Selain dapat berkunjung ke kedai makan milik orang tua Yuna, hari ini aku juga berkesempatan mencoba membantu di sana. Aku merasa sangat senang bisa diperbolehkan membantu mereka. Meski sekedar menerima dan mengantar pesanan, aku merasa sangat tertarik untuk belajar mengelola kedai itu lebih jauh. Terlebih, aku jadi bermimpi ingin memiliki kedai makan sendiri setelah aku lulus nanti.

“Sebenarnya tahun lalu kedai kami yang di ujung jalan itu.”Ayah Yuna membuka obrolan.
“Tapi sepi. Jadi kami coba buka lagi di sini” Ibu Yuna melanjutkan cerita.

Mendengar sepenggal cerita itu aku merasa semakin ingin terus belajar untuk mengelola kedai makan. Dan setelah hari itu, aku mulai melirik lagi celengan yang kubawa dari Busan. Aku mencoba menyisihkan sebagian uang jajanku. Sepulang sekolah, aku juga sering menyempatkan waktu untuk berkunjung ke kedai makan milik orang tua Yuna untuk ikut membantu dan belajar mengelola kedai makan bersama Yuna.

Tiga tahun aku dan Yuna menabung dan kami bertekad untuk bisa membuka dan mengelola kedai makan bersama. Uangku juga sudah terkumpul sesuai target kami. Namun, sore itu aku mendengar kabar mengejutkan dari Paman dan Bibiku bahwa Ibuku jatuh dari tangga dan harus menjalani operasi di rumah sakit. Sontak aku lunglai dan menangis.

Malam itu aku langsung menuju rumah sakit tempat Ibuku di rawat di Busan. Tak sempat aku pamit kepada Yuna, terlebih untuk memikirkan rencana dan target kami membangun sebuah kedai makan besama. Dan benar, biaya operasi Ibuku harus dibayar malam itu juga. Seluruh uang yang ada di dalam tasku langsung kuserahkan kepada petugas administrasi rumah sakit, sembari memohon kepada mereka agar memastikan operasi Ibuku bisa dilakukan segera dan tanpa kendala.

Tiga hari Yuna berusaha menghubungiku tapi belum ada yang kurespon. Aku masih memastikan diriku untuk selalu berada di sisi Ibuku. Dan aku baru bisa memberi kabar pada Yuna setelah Ibuku sadar dari operasi itu.

“Yuna, maaf ya.. Sepertinya rencana kita membuka kedai harus ditunda. Atau, kalo kamu mau, kamu bisa membukanya sendiri dulu, aku bantu tenaga dulu ya..” pesan singkat ini kukirim kepada Yuna.

Baca juga:

Topeng “Data” SMPN 10 Surabaya Tembus Parade Mahakarya Topeng Nusantara Kemdikbud

Aku tidak menyerah untuk kembali memulai menabung lagi dari awal. Dan dua tahun dari kejadian itu, uangku terkumpul. Ternyata Yuna mendukungku dan dia mau menungguku untuk tetap memenuhi rencana kami.

“Walau bagaimanapun, aku pernah tau gimana perjuangan orang tuaku membuka kedai makan. Jiso, kita mulai sama-sama ya.” Kata-kata Yuna itu tidak hanya sekedar menunjukkan empatinya kepadaku, tapi juga menjadi cambuk semangat untuk aku mengumpulkan kembali tabunganku.

Dengan susah payah dan meski melalui banyak perselisihan, akhirnya kedai makan kami siap dibuka. Tidak hanya aku dan Yuna, ada beberapa teman kami juga yang ikut bergabung. Tapi dengan begitu justru pertemanan kami juga semakin erat.

Belajar dari kedai makan orang tua Yuna, kami juga memulai untuk membagikan makanan secara gratis kepada orang-orang yang membutuhkan secara rutin setiap bulan. Kedai  kamipun sedikit demi sedikit mulai ramai pembeli.

 “Yuna, aku belajar banyak dari kamu dan orang tuamu, Terima kasih” ucapku kepada Yuna saat kami duduk berhadapan di kedai makan kami.
“Aku juga banyak belajar dari kegigihanmu sampai akhirnya kita membuka kedai ini dan tentu juga kasih sayangmu kepada Ibumu yang sangat luar biasa..” Yuna tersenyum.

Bulan depan, tepatnya 21 Juli 2020 adalah hari ulang tahunku yang ke-20. Dan hari itu bertepatan dengan Grand Opening kedai kami yang kedua. Tidak kusangka perjuangan ini akan berada pada titik ini; Aku Choi Jisu, remaja berusia 20 tahun kini menjalankan usaha kedai makan.

_____________________________________

Tentang Penulis

Awrilutsania Hamidya, yang lebih akrab dipanggil Tsani ini lahir di Surabaya, 7 April 2008. Ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, namun sudah memiliki ketertarikan di dunia sastra. Saat ini ia kerap menulis di platform “wattpad”, dan mengikuti beberapa ajang menulis sebagai batu loncatan dan wadah pembelajarannya.

Saat ini ia sedang menempuh sekolahnya di SMP Negeri 10 Surabaya. Ia dapat kita kunjungi melalui media sosial instagram @awtsani_ dan email awrilutsania@gmail.com

Penulis : Awrilutsania Hamidya (7-C)/ @awtsani_
Editor : Nazilatul Maghfirah/ @zila_fira

24 thoughts on ““Record of My Youth (Twenty-Twenty)”

    1. Nama : Bella Oktavia Putri Chahyono
      Kelas : VII D/07
      MOTIVASI : Tetap lah semangat dalam mengejar apa yang kita inginkan meskipun banyak hal yang menghalangi, belajar lah dari sebuah kegagalan, dan yang terakhir tetaplah menjadi seorang sahabat yang selalu ada di masa masa susah maupun senang untuk sahabatnya.

  1. Alhamdulillah, punya murid yang hebat, tulisannya bagus dan alurnya enak dicerna. Selamat ya Tsani, semoga karyamu bisa membawa keberkahan dalam hidupmu kelak tuk menjadi sastrawan terkenal. Tetaplah berkarya.

  2. Bagus sekali tulisanmu kali ini. Semoga dapat menginspirasi teman2/anak2 yg lainnya. Terus berlatih, terus menulis. Tetap semangat. Ditunggu tulisan2mu yg berikutnya. Sukses !

  3. Bagus banget cerpennya semangat trus ya kak semoga sehat selalu dan juga karya nya gampang di mengerti

  4. Nama:Citra ayu wulan sari
    Kelas:7D/08
    Motivasi saya adalah teruslah berjuang demi masa depan yg berprestasi dan jangan pantang menyerah

  5. Nama : Nada Kamilah Rasyidah
    Kelas: 7 D / 27

    Tetap semangat dan fokus pada tujuan yang diinginkan meskipun banyak halangan yang dilewati, tidak ragu mengeluarkan uang dari hasil yang ia tabung untuk hal yg lebih penting lalu memulai untuk menabung kembali, dan Sahabatnya yg selalu mendukung dan senantiasa menunggu hingga uang itu terkumpul kembali

  6. Nama : Naura Indra Shafa Putri
    Kelas : VII D
    No. Absen : 28

    Bagus sekali cerpennya kakk, menjadi inspirasi bagi kita kalangan muda untuk terus berkerja keras demi mencapai apa yang kita inginkan

  7. Nama : Krisna soleha hanifatunnisa
    Kelas : 21
    No absen : 21
    Motivasi : tetap berusaha dan semangat untuk menggapai cita-cita kita

  8. Nama : Krisna soleha hanifatunnisa
    Kelas : 21
    No absen : 21
    Motivasi : tetap berusaha dan semangat kakak

  9. Nama: Evamarch Aura Disti
    Kelas: 7-D
    Absen: 13

    Cerpennya bagus banget, alurnya pas, tidak bertele-tele, dan mudah difahami. Tetap semangat kak, ditunggu karya berikutnya!

  10. Ping-balik: “Oh My Brush Pen”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.