Setiap tanggal 22 Desember, Indonesia memperingati hari ibu, tapi mungkin ini hanya bagi sebagian besar para ibu. Mengapa saya katakan demikian, karena menurut saya sendiri kebaikan, doa, yang diberikan oleh seorang anak kepada seorang ibu dan ayah adalah satu kewajiban yang tidak hanya terpatok pada setiap tanggal 22 Desember saja. Konsep Birrul Walidain itu ada dalam setiap helaan nafas kita yang terpatri didalam hati. Jika kita mengetuk pintu untuk menghadap sang Khaliq dalam 5 kali sehari melalui Sholat kita maka 5 kali juga doa kita panjatkan untuk kebaikan kepada kedua orang tua kita.
Ini hanya tentang sudut pandang dan pola pikir yang perlu kita kritisi, pasalnya budaya ini hadir dari kebiasaan sebuah masyarakat yang tidak mampu memenuhi hak sesuatu yang diperingati. Mengapa saya katakan demikian? Coba kita cermati ,mengapa timbul tanggal 17 agustus 1945 diperingati sebagai hari kemerdekaan? Karena sebelum tanggal itu kita berada dalam penjajahan. Atas dasar itu mengapa kita harus memberikan hari istimewa kepada para ibu itu hanya tanggal 22 desember? Setiap hari dalam 365 hari seorang ibu adalah pahlawan bagi anak anaknya baik itu ibu yang sudah tiada atau yang masih ada.

Setiap hari bagi kita ibu adalah inspirator bagi kita, setiap hari harus kita bawa nama ibu dan ayah kita dalam setiap helaan nafas disetiap doa yang kita panjatkan. Kasih sayang seorang ibu kita letakan di dalam kalbu kita yang paling dalam bahkan sangat dalam melebih kedalaman lautan teduh yang merupakan lautan terdalam di dunia. Dan tak kalah penting kitapun letakan rasa hormat dan kagum kita setinggi tingginya untuk ayah kita melebihi puncak Everest yang merupakan gunung tertinggi di dunia.
Feminisme yang berlebihan kadang membuat kitapun mengesampingkan peran dari seorang ayah yang tak kalah penting dalam kehidupan kita. Sejarah hari ibu dimulai dari Negara Amerika yang merupakan Negara yang meramaikan hari ibu, mengingat warga USA adalah sebagian besar masyarakat tanpa ikatan kekeluargaan seperti yang kita kenal dalam Islam (mahram, silaturahmi, wali, nasab, Faraidh dsb).
Semakin hari hubungan kekerabatan mereka semakin renggang, bahkan bisa tidak saling kenal, mereka hanya melihat sosok ibu dalam kehidupannya. Sedangkan dalam masyarakat kita dipastikan tidak seperti itu tali kekerabatan dalam Islam begitu kuat. Salah satu contohnya seorang anak perempuan akan menikah, dia tidak akan sah menikah kalau tidak di wali in oleh seorang ayah, dan yang lainnya misalnya seorang anak laki laki itu harus bertanggung jawab terhadap seorang ibunya walaupun dia sudah menikah, kekerabatan sudah diatur dalam islam sedemikian rupa.
Tak memerlukan sebuah hari dimana kita menghormati dan berbakti kepada ibu kita. Penulis berharap para ibu dan pegiat sosial tidak tersinggung mengenai hal ini. Jauh sebelum hari ibu diramaikan untuk menghargai jasa kaum hawa, Allah dan RosulNya sudah mengapresiasi setiap keringat mereka saat mengandung ,setiap helaan napas mereka disaat melahirkan dan setetes ASI disaat menyusui. Sebagaimana tertulis dalam Surat Al- Ahqaaf Ayat 15:“kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Ibu mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkan dengan susah payah (pula) mengandungnya sampai menyapihnya adalah 30 bulan”.

Dan sebagaimana dalam HR, Al-Bukhari ,Muslim: Seorang pemuda bertanya kepada Rosululloh: “Ya Rosululloh siapa orang yang peling berhak mendapat rasa cinta, rasa hormat dan loyalitasku?”, beliau menjawab: “ibumu”. Dia bertanya lagi: ”siapa lagi ya Rosululloh? “ibumu” siapa lagi ya Rosululloh “Ibumu”. Dan pemuda itu bertanya lagi :”siapa lagi Ya rosululloh” dan Rosululloh menjawab “ Ayahmu”.
Ada pemuda penduduk Yaman yang sedang thawaf di Masjidil Haram sambil menggendong ibunya di punggung, melihat Ibnu Umar, seorang sahabat Rosul itu bersyair: “sungguh aku adalah tunggangan ibu yang sangat patu, saat tunggangan lain kabur, aku tidak kabur”. Kemudian dia bertanya: “ wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas jasa kebaikan ibuku?”. Ibnu Umar menjawab: “belum walaupun satu helaan napasnya saat kesakitan melahirkanmu”.
Sebelum hari ini tiba, Allah telah menyediakan hadiah untuk ibu, tak perlu kata kata mutiara yang hanya sebatas wacana, cukuplah sabda Nabi yang yang mulia sebagai pedoman tingkah laku kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua.
Penulis : Yulistiawati/ @yulistyawati_
Editor : Dian Eko Restino/ @dian_eko_restino
Publisher : Nazilatul Maghfirah/ @zila_fira
Suatu opini yg bagus Dan inspiratif
Penulis mengekspresikan pengalaman nyata Dan dirantaikan dgn nilai ukhrowi yg diyakini kebenaran nya. Semoga tulisan baik ini diuri2 sehingga menjadi Sumber kehidupan tambahan. Bravo Tete
Opini Bu yulis luar biasa memang benar adanya…
Tetap semangat berkarya bu….