Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat pagi, siang, sore, atau malam (mungkin) ? Haha. Perkenalkan, nama saya Lintang Ayu Prameswari. Saat ini saya adalah salah satu seorang pelajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Surabaya. Saya sendiri lahir di Kota Surabaya, 05 Januari 2005. Yah, karena saya terlahir di tahun 2000’an, bisa dibilang saya ini termasuk ‘remaja milenial’. Namun, di media sosial sering juga disebut dengan istilah ‘generasi Z’ yang dikenal setelah ‘generasi X dan generasi Y’. ‘Generasi Z’ ini-pun terkenal dengan sikap individualis-nya yang dikarenakan mayoritas generasi Z atau generasi milenial ini terlalu sering memantau gadget daripada lingkungan sekitarnya. Dan mungkin, saya juga termasuk salah satunya.
Sebelumnya, mengapa saya tergerak untuk menuliskan tentang penyikapan terhadap penggunaan media sosial? Alasannya singkat saja, saya prihatin dengan kebanyakan remaja sekarang ini dalam menggunakan gawai/gadget. Saya juga akan mencoba menulis menggunakan bahasa Indonesia yang baku, agar tulisan saya ini dapat dibaca oleh semua kalangan. Baik, cukup seperti ini saja saya memperkenalkan diri serta basa basinya. Kali ini saya akan memulai untuk menulis tentang “Bijak Dalam Menyikapi Penggunaan Media Sosial”.

Di era tahun 2000’an ini kita sudah tidak asing lagi dengan gadget, bukan ? Apalagi, tentang media sosial. Sekarang pun, beberapa informasi dan tugas dibagikan/diberitahukan lewat aplikasi media sosial yang bernama whatsapp, google drive, email, Microsoft Office 365 atau aplikasi media sosial lain yang serupa. Tidak hanya itu saja! Bahkan kita pun dapat meng-upload/mengunggah kegiatan sehari-hari kita untuk dipublikasikan lewat media sosial, baik itu berupa foto ataupun video. Sebagai contoh : Saya memiliki barang/produk impor yang baru saja launching dan diperjual belikan di Indonesia. Karena barang ini impor dan baru, saya jadi ingin menunjukkan kepada khalayak (pamer), bahwa saya dapat memilikinya. Tanpa pikir panjang, akhirnya saya memotret barang tersebut lalu saya posting di beberapa akun media sosial saya.
Saya yakin, dibalik postingan itu pasti terdapat rasa iri ataupun dengki untuk beberapa orang. Secara tidak langsung, postingan tersebut juga dapat menimbulkan persaingan di dunia maya. Selain itu, pasti kita juga akan mendapat sindiran berupa kata-kata buruk yang terlontar dari satu akun ke akun lain sesama pembenci. Istilahnya, cyber-bullying.
Nah! Dari contoh diatas tadi kita dapat menyimpulkan bahwa, kita harus bersikap lebih hati-hati dan bijak dalam menggunakan media sosial. Supaya, kita tidak mengajarkan atau memberi peluang pada mereka untuk menebar kebencian. Pengguna media sosial yang baik dan bijak adalah, pengguna yang dapat memanfaatkan akun media sosialnya untuk mem-posting/berbagi sesuatu yang baik. Misalkan, dipakai untuk proses pembelajaran seperti yang disampaikan Bapak Kepala Sekolah kita, Drs. M. Masykur Hasan, M.Si. Atau kita sebagai orang islam dianjurkan untuk terus menebar kebaikan kepada sesama umat muslim untuk mengingatkan agar kita selalu takwa kepada Allah SWT. Atau selalu rutin bersedekah. Namun karena kita tidak selalu bisa mengingatkan secara langsung terhadap sesama, maka kita dapat menebar kebaikan dengan memanfaatkan media sosial ini tadi. Tahu tidak, bagaimana caranya ? Nah, kita dapat menulis artikel untuk diposting atau-pun berbagi gambar yang mengandung konten dakwah lho!

Teman-teman sesama muslim, kalian pasti tahu tentang ‘pahala jariyah’ bukan ? Sadar tidak, dari media sosial ini selain mempermudah kita untuk berdakwah (menebar kebaikan), juga menghasilkan ‘pahala jariyah’ (pahala yang terus mengalir) bagi diri kita. Tapi teman-teman, untuk berdakwah kalian harus meluruskan niat kalian (untuk apa) ya, supaya niat kita semua tidak meleset menjadi niat untuk ‘riya’ (pamer), dan lain sebagainya. Kita harus meyakinkan diri kita bahwa “saya menebar kebaikan semata-mata karena Allah SWT.”
Oh, iya! Saya yakin, teman-teman semua juga sudah tidak asing lagi dengan penyebaran berita palsu (hoax). Ingatkah kalian ? Tahun lalu kita juga mendapati berita/kasus viral di media sosial tentang ‘penganiayaan siswi SMP’ yang ternyata berujung hoax atau palsu.
Teman-teman, mungkin saya tergolong masih muda untuk mengetahui tentang mana berita yang hoax (palsu) dan mana berita yang real (nyata) seperti ini. Nah, ‘apakah berita ini dapat dipercaya atau tidak?’ Begini teman-teman, saya-pun telah diajarkan oleh orangtua saya untuk melihat perkembangan suatu berita tidak hanya dari satu titik terang saja, namun juga lewat perefrensi berita di media sosial lainnya. Seperti berita hoax tentang ‘penganiayaan siswi SMP’ waktu itu yang saya bahas di atas. Berita ini pada awalnya memang saya kira nyata, karena saya hanya melihat pada satu/dua titik terang saja.

Sebelumnya saya tidak ingin mencoba untuk mencari titik terang lain dikarenakan salah satu titik terang yang saya lihat ini adalah seseorang (sebut saja selebgram) yang dikenal oleh seluruh penduduk media sosial bernama instagram, maka dari itu saya percaya dengan beritanya. Tak lama kemudian, muncul-lah beberapa konflik atau perbedaan pendapat seperti :
A : “gila banget sih, tapi masa iya siswi SMA ngelakuin pelecehan sampe separah itu ?”
B : “kasihan amat bocah SMP dilecehin kaya gitu. Udah, penjarain aja!” dan lain sebagainya.
Setelah beberapa hari sejak berita ini di ulik oleh wartawan serta pengawasan hukum yang lebih terpercaya, akhirnya siswi SMA yang menjadi tersangka diberi hak angkat suara. Dan awalnya, pihak keluarga dari korban masih mengelak, namun karena sejumlah bukti cukup dari saksi mata, pada akhirnya keluarga korban mengaku bahwa semua rekayasa. Jadi, kalian sekarang sudah lebih paham dengan maksud dari berita “hoax” belum nih ?
Ah, sepertinya saya terlalu banyak bicara mengenai hal tidak penting ya? Bukan ini tujuan utama saya, saya hanya ingin berbagi pengalaman ceroboh saya dalam menggunakan media sosial. Jadi teman-temanku sekalian yang telah sabar membaca hingga akhir tulisan, saya ingin berkata jujur bahwa, saya juga pernah terjerumus dalam berita yang belum pasti kebenarannya lalu mempercayainya begitu saja. Saya sendiri menyesal ketika mengetahui tentang kebenarannya, karena saya merasa jika saya juga termasuk dalang dari berita. Dan dari cerita saya diatas, saya sangat berharap kepada teman-teman semua untuk lebih BIJAK saat MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL.

Maka dari itu, apabila kalian menemukan suatu berita, jangan hanya mencari titik terang pada satu/dua aplikasi sosial media. Cobalah untuk mengulik berita tersebut dari berbagai sumber yang ada pada aplikasi media sosial lainnya. Jangan coba-coba menyimpulkan suatu berita di media sosial dalam hitungan menit, paling tidak tunggu hingga satu hari setelah berita tersebut dipublikasikan lalu carilah refrensi berita serupa dari aplikasi media sosial yang berbeda. Tips ini menurut saya juga dapat mengajarkan kita cara mengontrol emosi serta cara yang bijak dalam menggunakan media sosial. Hal itu pula juga disampaikan oleh video karya SMP Negeri 10 Surabaya yang kemarin menjadi Juara Favorit Nasional berjudul “Stop Hoax, Bijak Bersosial Media”.
Sekian ‘tulisan opini’ dari saya, semoga bisa membuat para pembaca sekalian berkesan dan dapat mengubah kebiasaan pembaca untuk lebih baik dan bijak saat menggunakan media sosial. Serta kita harus siap memasuki era revolusi pembelajaran 4.0. Selamat kepada SMP Negeri 10 Surabaya, telah menjadi Juara II Vlog Dispendik Surabaya. (tayangan vlog klik disini)
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penulis : Lintang Ayu Prameswari (9.A)/ @llintangayup
Editor : Dian Eko Restino/ @dian_eko_restino
Publisher : Wid Dwi Bowo/ @tvpendidikan_official
Sumpah Keren banget tulisannya